google-site-verification=5v3yF3hvRUPo-DuRqxVbw2ex6-AD-XqoTKs8dF_pSeQ Bola dan Kecurangan: Realitas Pahit di Balik Hijau Lapangan - UNU KALBAR PRESS
Bola dan Kecurangan: Realitas Pahit di Balik Hijau Lapangan

Bola dan Kecurangan: Realitas Pahit di Balik Hijau Lapangan


Rosadi Jamani, Dosen UNU Kalimantan Barat

 Pendahuluan

Sepakbola, sebagai olahraga paling populer di dunia, memiliki peran penting dalam menyatukan masyarakat global (Indrawan & Aji, 2019). Pertandingan sepakbola tidak hanya menjadi ajang kompetisi antar-negara, tetapi juga menjadi momen di mana ribuan suporter berkumpul untuk merayakan semangat persatuan dan kebersamaan (Veno, 2016). Namun, di balik gemerlap sorakan dan kegembiraan, terdapat realitas pahit yang sering kali tersembunyi-kecurangan yang dapat mempengaruhi integritas olahraga ini (Romadhon & Suhartono, 2023).

Pada pertandingan Senin malam, 15 April 2024, Timnas Indonesia U-23 berhadapan dengan Timnas Qatar U-23. Meskipun gemerlap sorakan suporter memenuhi stadion, di balik layar, terdapat ketegangan dan perjuangan yang tidak selalu terlihat. Kedua tim berusaha keras untuk meraih kemenangan. Namun, Qatar berhasil unggul dengan skor 2-0. Gol-gol dari Khaled Ali dan Ahmed Al Rawi membawa Qatar menuju kemenangan.

Di akhir babak pertama, Timnas Indonesia dihukum penalti setelah Rizky Ridho melakukan pelanggaran di kotak penalti. Babak kedua, permainan semakin tegang dan cenderung kasar. Dua kartu merah dilayangkan wasit Ivar Jenner dan Ramadan Sananta. Kondisi ini membuat permainan Timnas menurun. Pada akhirnya laga dimenangkan oleh Qatar. Di balik laga tersebut penuh kontroversial. Salah satunya aksi diving (pura-pura jatuh) pemain Qatar membuat Ivar Jenner mendapat kartu merah. Wasit tak mau menggunaan Video Assitent Referee (VAR). Padahal, Ivar Jenner tidak menyentuh pemain Qatar. Ada sejumlah pelanggaran lagi yang lebih banyak menguntungkan Qatar. Laga tersebut membuat pelatih Indonesia, Shin Tae-yong menyatakan, ini pertunjukkan komedi (Bagar Reza Murti, 2024). Banyak lagi kecurangan lain yang diungkap berbagai media di balik laga tersebut (Ariefana, 2024).

Artikel ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang realitas pahit yang sering kali tersembunyi di balik gemerlap pertandingan sepakbola. Meskipun sepakbola sebagai olahraga paling populer di dunia mampu menyatukan masyarakat global, harus menghadapi fakta bahwa kecurangan dapat merusak integritas olahraga ini. Dengan hasil pertandingan Timnas Indonesia U-23 melawan Qatar di Piala Asia U-23, artikel ini akan mengupas tantangan dan kontroversi untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di lapangan hijau.

Sejarah Kecurangan dalam Sepakbola

Kecurangan dalam sepakbola telah menjadi sorotan sejak pertandingan pertama kali digelar. Sebagai olahraga yang memikat perhatian miliaran penggemar di seluruh dunia, sepakbola kerap menjadi sasaran empuk bagi pihak-pihak yang ingin memanipulasi hasil pertandingan demi keuntungan pribadi atau tim. Salah satu kasus kecurangan paling mencolok dalam sejarah sepakbola adalah skandal "Calciopoli" yang mengguncang dunia sepakbola Italia pada tahun 2006 (Veno, 2016). Skandal ini melibatkan beberapa klub besar seperti Juventus, AC Milan, dan Fiorentina, yang dituduh terlibat dalam pengaturan hasil pertandingan dan pemberian suap kepada wasit (Baroncelli, 2016) (Distaso et al., 2012).

Meski skandal Calciopoli menjadi sorotan internasional, kecurangan dalam sepakbola bukanlah fenomena eksklusif Italia. Di berbagai belahan dunia, kasus-kasus kecurangan serupa juga telah terjadi, menggugah kesadaran akan urgensi pencegahan dan penindakan kecurangan dalam olahraga ini (Buraimo et al., 2016). Seiring dengan meningkatnya popularitas dan komersialisasi sepakbola, tekanan untuk meraih kemenangan dan keuntungan finansial juga semakin meningkat, memperbesar risiko terjadinya kecurangan (Mohammadi, 2024).

Sebagai respons terhadap meningkatnya kasus kecurangan, banyak liga dan organisasi sepakbola mulai mengambil langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat. Mereka meningkatkan pengawasan dan pengendalian, memperkuat aturan dan sanksi, serta menggandeng pihak-pihak terkait seperti polisi dan badan anti-korupsi untuk membantu dalam deteksi dan penindakan kecurangan. Meski demikian, perang melawan kecurangan dalam sepakbola masih terus berlanjut, menuntut komitmen dan kolaborasi semua pihak untuk menjaga integritas dan fair play dalam olahraga.

Jenis-Jenis Kecurangan dalam Sepakbola

Ada beberapa jenis kecurangan yang sering terjadi dalam sepakbola, antara lain manipulasi skor dan hasil pertandingan (Constantinou & Fenton, 2013), pelanggaran aturan dalam permainan, serta korupsi dan pengaruh di balik layar. Manipulasi skor biasanya dilakukan oleh sindikat taruhan ilegal yang ingin mendapatkan keuntungan finansial (Ometto et al., 2018). Selain itu, ada juga pelanggaran aturan seperti diving atau tindakan provokatif untuk mendapatkan keuntungan selama pertandingan (Giulianotti et al., 2004). Korupsi, di sisi lain, sering melibatkan pejabat atau pengurus klub yang menerima suap untuk mempengaruhi keputusan administratif atau transfer pemain (Singer et al., 2010).

Kecurangan dalam sepakbola memiliki berbagai bentuk dan metode yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Salah satu jenis kecurangan yang paling sering terjadi adalah manipulasi skor dan hasil pertandingan. Sindikat taruhan ilegal seringkali memanipulasi hasil pertandingan dengan mempengaruhi pemain, ofisial, atau bahkan wasit untuk memastikan taruhan mereka menang. Skema ini biasanya melibatkan suap, ancaman, atau insentif finansial lainnya kepada pihak-pihak yang terlibat.

Selain manipulasi skor, ada juga jenis kecurangan lain yang berhubungan dengan pelanggaran aturan dalam permainan. Diving atau simulasi, di mana pemain berpura-pura jatuh atau cedera untuk mendapatkan pelanggaran dari lawan atau tendangan bebas, adalah contoh nyata dari kecurangan ini. Tidak hanya merugikan integritas permainan, tindakan seperti ini juga dapat mempengaruhi hasil pertandingan dan memberikan keuntungan tidak adil bagi salah satu tim.

Korupsi dan pengaruh di balik layar juga merupakan bentuk kecurangan yang sering terjadi dalam sepakbola (Manoli et al., 2019). Ini bisa mencakup berbagai aktivitas, mulai dari pemberian suap kepada pejabat atau pengurus klub untuk mempengaruhi keputusan administratif atau transfer pemain (Singer et al., 2010), hingga manipulasi proses pemilihan wasit atau ofisial pertandingan. Kejadian-kejadian seperti ini sering kali melibatkan uang yang besar dan dapat merusak integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap sepakbola sebagai olahraga yang adil dan transparan.

Dampak Kecurangan Terhadap Sepakbola

Kecurangan dalam sepakbola memiliki dampak yang merugikan, baik bagi klub dan liga maupun para pemain dan suporter (Özsarı & Görücü, 2023). Secara finansial, kecurangan dapat menyebabkan kerugian besar, baik dalam bentuk denda atau hukuman dari organisasi sepakbola maupun penurunan pendapatan dari sponsor dan hak siar (Garcia-Mas et al., 2015). Selain itu, dampak psikologis juga tidak bisa diabaikan. Pemain dan pelatih yang terlibat dalam kecurangan mungkin mengalami tekanan mental dan stres, sedangkan suporter yang mengetahui kecurangan tersebut bisa kehilangan kepercayaan dan semangat mendukung tim kesayangan mereka.

Kecurangan dalam sepakbola tidak hanya merugikan tim atau individu yang terlibat, tetapi juga memiliki dampak yang luas terhadap integritas dan reputasi olahraga ini secara keseluruhan. Dari sisi finansial, kecurangan dapat menyebabkan kerugian besar bagi klub dan liga. Denda, hukuman, dan penurunan pendapatan dari sponsor dan hak siar adalah konsekuensi langsung yang dapat menghantam keuangan dan operasional klub. Selain itu, reputasi yang rusak akibat kecurangan dapat menghalangi investasi baru, mengurangi jumlah penonton, dan mempengaruhi nilai jual hak siar, mengancam stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi sepakbola.

Dampak psikologis juga menjadi salah satu konsekuensi serius dari kecurangan dalam sepakbola. Pemain dan pelatih yang terlibat dalam kecurangan mungkin mengalami tekanan mental, stres, dan gangguan emosional akibat tekanan untuk meraih kemenangan dan keuntungan. Mereka juga berisiko mengalami stigmatisasi dan penolakan dari masyarakat dan komunitas sepakbola. Di sisi lain, suporter yang mengetahui atau menduga adanya kecurangan dalam tim atau liga kesayangan mereka bisa kehilangan kepercayaan, semangat, dan minat dalam mendukung olahraga ini, mengurangi ikatan emosional dan komitmen mereka terhadap sepakbola.

Selain dampak finansial dan psikologis, kecurangan dalam sepakbola juga merusak integritas dan fair play, dua prinsip dasar yang menjadi pondasi olahraga ini. Ketika kecurangan dibiarkan dan tidak ditindaklanjuti dengan sanksi yang tegas, hal ini dapat menciptakan budaya yang tidak sehat di dalam dunia sepakbola, mempengaruhi moral dan etika atlet, pelatih, dan pengurus klub. Lebih lanjut, hal ini juga dapat merusak citra positif sepakbola sebagai olahraga yang adil, kompetitif, dan inspiratif, mengancam eksistensi dan pertumbuhan olahraga ini di masa depan.

Upaya Pencegahan dan Penindakan

Untuk mengatasi masalah kecurangan, banyak organisasi sepakbola internasional telah mengambil langkah-langkah pencegahan yang ketat. Mereka meningkatkan pengawasan dan pengendalian, menggunakan teknologi canggih untuk mendeteksi kecurangan, serta memberlakukan sanksi tegas bagi pelaku kecurangan. Selain itu, kampanye edukasi dan kesadaran juga dilakukan untuk meningkatkan integritas dan fair play di semua level pertandingan.

Menghadapi ancaman kecurangan yang semakin kompleks dan merajalela, banyak organisasi sepakbola internasional bergerak cepat untuk mengimplementasikan langkah-langkah pencegahan yang lebih ketat. Salah satu inisiatif utama adalah meningkatkan pengawasan dan pengendalian dalam pertandingan, termasuk penggunaan teknologi canggih seperti VAR (Video Assistant Referee) (Alonso Dos Santos et al., 2023). VAR untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan (Hamsund & Scelles, 2021). Teknologi ini memungkinkan wasit dan ofisial pertandingan untuk memeriksa kembali kejadian-kejadian krusial dalam pertandingan dan membuat keputusan yang lebih akurat dan objektif, mengurangi risiko kesalahan atau manipulasi (Buyukcelebi et al., 2022).

Selain penguatan pengawasan, pihak-pihak terkait juga gencar melakukan kampanye edukasi dan kesadaran tentang pentingnya integritas dan fair play dalam sepakbola (Krambia Kapardis & Levi, 2023). Program-program ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran atlet, pelatih, ofisial, dan suporter tentang dampak negatif kecurangan serta pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas dan etika dalam setiap aspek permainan (Abd Ali, 2023). Melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan, diharapkan akan tercipta budaya yang lebih sadar dan responsif terhadap ancaman kecurangan dalam olahraga ini.

Tidak kalah pentingnya, organisasi sepakbola juga memperkuat kerjasama dengan pihak berwenang seperti kepolisian, badan anti-korupsi, dan lembaga regulasi lainnya untuk mendeteksi, menyelidiki, dan menindaklanjuti kasus kecurangan dengan sanksi yang tegas. Kolaborasi lintas sektor ini memungkinkan pertukaran informasi, sumber daya, dan keahlian, memperkuat efektivitas dalam pencegahan dan penindakan kecurangan. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan sinergis, diharapkan dapat diciptakan lingkungan sepakbola yang lebih aman, adil, dan transparan bagi semua pihak yang terlibat.

Kesimpulan

Sepakbola adalah olahraga yang indah dan penuh gairah, namun kecurangan sering kali mengancam integritas dan kejujurannya. Untuk mempertahankan keaslian dan kepercayaan masyarakat terhadap sepakbola, kolaborasi antara klub, pemain, suporter, dan organisasi sepakbola sangatlah penting. Hanya dengan kerjasama dan komitmen bersama, kita dapat menjaga kejujuran dan fair play di hijau lapangan.

Berikut ini saran saya untuk sepakbola agar bebas dari segala kecurangan:

1. Penguatan Pengawasan dan Pengendalian: Implementasikan teknologi canggih seperti VAR untuk memeriksa kembali kejadian-kejadian penting dalam pertandingan. Teknologi ini dapat membantu wasit dan ofisial pertandingan dalam membuat keputusan yang lebih objektif dan mengurangi risiko manipulasi hasil pertandingan.

2. Program Edukasi dan Kesadaran: Gelar program edukasi dan kesadaran tentang integritas dan fair play bagi atlet, pelatih, ofisial, dan suporter. Dalam program ini, sampaikan informasi tentang dampak negatif kecurangan dan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas dalam sepakbola.

3. Kolaborasi dengan Pihak Berwenang: Tingkatkan kerjasama dengan kepolisian, badan anti-korupsi, dan lembaga regulasi lainnya untuk mendeteksi, menyelidiki, dan menindaklanjuti kasus kecurangan. Pertukaran informasi dan sumber daya antara organisasi sepakbola dan pihak berwenang dapat memperkuat efektivitas dalam pencegahan dan penindakan kecurangan.

4. Penerapan Sanksi Tegas: Terapkan sanksi yang tegas dan konsisten bagi individu atau tim yang terbukti melakukan kecurangan. Sanksi ini dapat berupa denda, diskualifikasi, atau larangan bermain untuk jangka waktu tertentu, sebagai bentuk hukuman dan efek jera.

5. Transparansi dan Akuntabilitas: Mendorong transparansi dalam semua aspek manajemen dan operasional klub, termasuk keputusan transfer pemain, kontrak sponsor, dan keuangan. Dengan adanya transparansi, masyarakat dan suporter dapat memonitor dan menilai kinerja klub dengan lebih objektif dan kritis.

6. Pengembangan Budaya Integritas: Bangun budaya organisasi yang kuat berdasarkan integritas, etika, dan nilai-nilai sportivitas. Melalui pendidikan, pelatihan, dan komunikasi yang berkesinambungan, dorong semua pihak yang terlibat dalam sepakbola untuk menjunjung tinggi integritas dan fair play sebagai prinsip dasar dalam setiap aktivitas dan keputusan.

Dengan penerapan saran-saran konkret di atas secara konsisten dan berkesinambungan, diharapkan sepakbola dapat menjadi olahraga yang bebas dari segala bentuk kecurangan dan menjaga integritas serta reputasi sebagai olahraga yang adil, kompetitif, dan inspiratif bagi semua pihak yang terlibat.

Referensi

Abd Ali, Z. N. (2023). FINANCIAL FAIR PLAY IN EUROPEAN FOOTBALL CLUBS. JOURNAL OF HUMANITIES SOCIAL SCIENCES AND BUSINESS (JHSSB), 3(1). https://doi.org/10.55047/jhssb.v3i1.851

Alonso Dos Santos, M., Sánchez-Franco, M. J., Torres-Moraga, E., & Calabuig Moreno, F. (2023). Effectiveness of sponsoring the video assistant referee system: a comparative exploratory study. International Journal of Sports Marketing and Sponsorship, 24(2). https://doi.org/10.1108/IJSMS-05-2022-0107

Ariefana, P. (2024). Aroma Kecurangan Qatar vs Timnas Indonesia Tercium dari Sebelum Pertandingan, Shin Tae-yong Bongkar Detail Ceritanya. Suara.Com. https://www.suara.com/bola/2024/04/16/112337/aroma-kecurangan-qatar-vs-timnas-indonesia-tercium-dari-sebelum-pertandingan-shin-tae-yong-bongkar-detail-ceritanya

Bagar Reza Murti. (2024). Shin Tae-yong Usai Timnas U-23 Indonesia Kalah dari Qatar: Ini Bukan Pertandingan Sepak Bola, Ini Pertunjukkan Komedi! Bolasport.Com. https://www.bolasport.com/read/314065134/shin-tae-yong-usai-timnas-u-23-indonesia-kalah-dari-qatar-ini-bukan-pertandingan-sepak-bola-ini-pertunjukkan-komedi

Baroncelli, A. (2016). Calciopoli: Reasons and Scenarios for the Soccer Scandal. Italian Politics, 22(1). https://doi.org/10.3167/ip.2006.220113

Buraimo, B., Migali, G., & Simmons, R. (2016). An Analysis of Consumer Response to Corruption: Italy’s Calciopoli Scandal. Oxford Bulletin of Economics and Statistics, 78(1), 22–41. https://doi.org/10.1111/obes.12094

Buyukcelebi, H., Duz, S., Acak, M., Nalbant, U., Svatora, K., Gabrys, T., & Karayigit, R. (2022). Development of the Effect of Video Assistant Referee Application on Football Parameters. Applied Sciences (Switzerland), 12(12). https://doi.org/10.3390/app12126088

Constantinou, A. C., & Fenton, N. E. (2013). Determining the level of ability of football teams by dynamic ratings based on the relative discrepancies in scores between adversaries. Journal of Quantitative Analysis in Sports, 9(1), 37–50. https://doi.org/10.1515/jqas-2012-0036

Distaso, W., Leonida, L., Maimone Ansaldo Patti, D., & Navarra, P. (2012). Corruption and Referee Bias in Football: The Case of Calciopoli. SSRN Electronic Journal, 25–26. https://doi.org/10.2139/ssrn.2004385

Garcia-Mas, A., Fuster-Parra, P., Ponseti, F.-J., Palou, P., Olmedilla, A., & Cruz, J. (2015). Análisis de las relaciones entre la motivación, el clima motivacional y la ansiedad competitiva en jóvenes jugadores de equipo mediante una red Bayesiana. Anales de Psicología, 31(1). https://doi.org/10.6018/analesps.31.1.167531

Giulianotti, R., Bonney, N., & Hepworth, M. (2004). Football, Violence and Social Identity. In Football, Violence and Social Identity. https://doi.org/10.4324/9780203639887

Hamsund, T., & Scelles, N. (2021). Fans’ Perceptions towards Video Assistant Referee (VAR) in the English Premier League. Journal of Risk and Financial Management, 14(12). https://doi.org/10.3390/jrfm14120573

Indrawan, J., & Aji, M. P. (2019). Olahraga sebagai Sarana Pemersatu Bangsa dan Upaya Perdamaian Dunia [Sports as an Instrument of Unifying a Nation and Achieving World Peace]. Verity: Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional (International Relations Journal), 10(20), 64. https://doi.org/10.19166/verity.v10i20.1459

Krambia Kapardis, M., & Levi, M. (2023). Fraud and corruption in football: lessons from a survey of match-fixing in Cyprus. Journal of Financial Crime, 30(4). https://doi.org/10.1108/JFC-03-2023-0046

Manoli, A. E., Antonopoulos, G. A., & Bairner, A. (2019). The inevitability of corruption in Greek football. Soccer and Society, 20(2), 199–215. https://doi.org/10.1080/14660970.2017.1302936

Mohammadi, M. (2024). Loyola of Los Angeles International and Comparative Law Review Corruption and Competition : The Wrong Goal in Football Corruption and Competition : The Wrong Goal in Football. 46(3).

Ometto, L., Vasconcellos, F. V. A., Cunha, F. A., Teoldo, I., Souza, C. R. B., Dutra, M. B., O’Sullivan, M., & Davids, K. (2018). How manipulating task constraints in small-sided and conditioned games shapes emergence of individual and collective tactical behaviours in football: A systematic review. International Journal of Sports Science and Coaching, 13(6), 1200–1214. https://doi.org/10.1177/1747954118769183

Özsarı, A., & Görücü, A. (2023). Moral decision-making attitude and psychological well-being: reflections from various sports branches. Physical Education of Students, 27(5). https://doi.org/10.15561/20755279.2023.0509

Romadhon, I. H., & Suhartono, S. (2023). Urgensi Pemberlakuan Lex Sportiva Apabila Terdapat Unsur Pidana Pada Kasus Pengaturan Skor Olahraga Sepakbola. Bureaucracy Journal: Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance, 3(1), 859–870. https://doi.org/10.53363/bureau.v3i1.220

Singer, J. N., Harrison, C. K., & Bukstein, S. J. (2010). A Critical Race Analysis of the Hiring Process for Head Coaches in NCAA College Football. Journal of Intercollegiate Sport, 3(2), 270–296. https://doi.org/10.1123/jis.3.2.270

Veno, A. (2016). Analisis Manajemen Kepemimpinan Melalui Aplikasi Swot Pada Organisasi Pssi (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia). Benefit: Jurnal Manajemen Dan Bisnis, 1(1), 1. https://doi.org/10.23917/benefit.v1i1.2360

 

Share with your friends