google-site-verification=5v3yF3hvRUPo-DuRqxVbw2ex6-AD-XqoTKs8dF_pSeQ Rakyat yang Milih, Iya Benar! - UNU KALBAR PRESS
 Rakyat yang Milih, Iya Benar!

Rakyat yang Milih, Iya Benar!


Masih soal Gibran, sebab ini soal demokrasi kita. Ada narasi begini, "Kenapa mesti dipersoalkan Gibran maju. Yang memilih itukan rakyat. Kalau memang tidak suka, tak usah dipilih. Ribet amat, inikan demokrasi." Narasi ini selalu menjadi senjata mulai dari Jokowi sendiri sebagai ayah sampailah pada pendukung Gibran dari tingkat pusat sampai tingkat warung kopi pinggir jalan. Rakyat yang memilih, bukan elit. Dengan sombongnya, itulah narasi andalan disemburkan untuk meyakinkan publik.

Begini wak, selalu saya ulang, ini bukan soal muda atau tua, bukan soal generasi Z, pendekar hukum, dinasti politik, oposisi, dukungan NU, radikal-radikul, ini soal konstitusi. Sekali lagi soal konstitusi yang "diperkosa" demi memuluskan pengusungan Gibran oleh Mahkamah Keluarga, eh salah Mahkamah Konstitusi (MK). Palu MK itu dipegang oleh pamannya Gibran, Anwar Usman. Bukan sekadar paman, tapi putusannya dianggap aneh dan tak biasa. Ada penambahan frasa dan itu haram buat MK, eh malah dilanggarnya. Di sini masalahnya wak. Lho tak lihat mahasiswa yang sudah beberapa hari ini demo dari siang sampai malam hari. Demo ini belum berhenti. Lho tak lihat semua hakim MK dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan MK. Ini yang pertama terjadi di dunia. Lho tak baca ungkapan hakim MKMK, Jimly mengatakan, akal sehat sudah dikalahkan oleh akal bulus dan akal fulus. Belum lagi para pakar hukum berbicara, semua mengatakan putusan MK itu ngaco dan menjadi golden tiket buat Gibran.
Saat ini para pelapor hakim MK yang diduga melanggar kode etik sudah dihadirkan. Selanjutnya para hakim dihadirkan. Dikirakan Selasa depan, hakim MKMK akan memutuskan, apakah para wakil Tuhan di bumi itu bersalah atau tidak. Nah, celakanya, putusan MK yang memuluskan anak presiden itu tidak bisa dianulir. Pencalonannnya sebagai cawapres tetap jalan walaupun semua hakim MK dipecat. Bila memang dipecat, mereka telah berkorban jabatan demi si putra sulung penguasa negeri ini.
Ini adalah noda hitam demokrasi wak. Tak bisa dicuci dengan pembersih apapun. Sejuta argumentasi dilayangkan untuk membenarkan putusan MK, tidak bisa. Noda hitam telah terpatri dalam kain putih demokrasi terbesar di dunia. Konstitusi adalah fondasi utama berdirinya demokrasi. Ketika fondasi itu diubah sesuai keinginan penguasa, demokrasinya akan ambruk. Untuk membangunnya lagi, dimulai dari nol, mirip petugas SPBU, "dari nol ya!" Kita yang dibesarkan dari arus reformasi tak mau itu terjadi. Noda hitam itu harus dibersihkan lalu diluruskan kembali. Caranya, langkah pertama kembalikan kepercayaan publik terhadap MK. Bersihkan dari segala conflict of interest. Berikutnya, KPU dan Bawaslu juga harus bersih dari segala intervensi penguasa. Berikutnya, DPR RI walau sudah di bawah ketiak penguasa, bisa kembali bersuara soal putusan MK. Berikutnya, civil society seperti saya ini tidak berhenti menyuarakan ketidakberesan putusan sang paman.
Tulisan saya ini bentuk tanggung jawab moral demi menyelamatkan demokrasi kita. Hanya tulisan senjata saya yang tersisa. Saya masih pegang ungkapan, "Satu peluru hanya menembus satu kepala. Sementara satu buku atau tulisan bisa menembus banyak kepala." Semoga tulisan ini bisa menembus banyak kepala dan bisa menggerakkan kaum yang cinta demokrasi untuk menyelamatkan negeri kita tercinta ini. Kalau civil society juga diam dan membenarkan putusan MK, bersiaplah apapun hasil Pilpres bisa ditebak hasilnya dan melahirkan pemimpin yang cacat secara konstitusi.

Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

Share with your friends